TV Analog dan TV Digital
A. Sejarah
awal terciptanya televisi dimulai dari ditemukannya
Gelombang Elektromagnet oleh ilmuwan Joseph Henry dan Michael Faraday pada
tahun 1831, lalu ditemukannya cairan kristal oleh Freidrich Reinitzeer dan
Tabung Sinar Katroda oleh Karl Ferdinand Braun. Istilah televisi pertama kali
digunakan oleh tokoh Rusia Constatin Perskyl pada tahun 1900 dalam acara
International Congress of Electricity. Tokoh Rusia lainnya, Vladimir Zworyki,
di tahun 1929 menyempurnakan Tabung Katroda dan temuannya menciptakan CRT. Lalu,
tahun 1940, tokoh bernama Peter Goldmark menemukan TV berwarna untuk pertama
kalinya dengan menggunakan resolusi 343 garis. Setelah Perang Dunia II usai,
masyarakat dunia mulai menikmati televisi. Pada tahun 1950, televisi mulai
menjamur dan menjadi pilihan masyarakat, terutama yang masih mengeluarkan warna
hitam putih, walaupun televisi berwarna pun sudah ada di waktu itu.
Kemudian, pada sekitar tahun 1968, diperkenalkan
televisi layar LCD oleh sebuah lembaga bernama RCA yang diketuai George
Heilmeier. Pada tahun 1995 tokoh Amerika bernama Larry Webber juga menciptakan
layar plasma, yang di tahun itu lebih kuat dibandingkan dengan televisi jenis
lainnya. Memasuki tahun 2000-an semua jenis televisi ditingkatkan dan
dilakukannya berbagai bentuk penyempurnaan, baik pada LCD, Plasma, maupun CRT.
TV mengalami perkembangan yang pesat sejak pertama
kali muncul. Pada mulanya muncul TV analog yang berbasis pada frekuensi dan
sinyal, yang berdasar pada NTSC, PAL dan SECAM. Lalu, muncullah TV digital
sebagai bagian dari perkembangan teknologi ini. TV digital dengan cepat
mengalahkan TV analog dan cepat menyebar juga di kalangan masyrakat. Perbedaan
mendasar dari TV analog dan TV digital adalah pada penerimaan gambar melalui
pemancar, proses pengolahan sinyal dan pirantinya. TV Digital berdasar pada TV
LCD, LED dan OLED, walaupun TV Tabung masih dapat digunakan. TV digital
menggunakan sistem DSTB atau Digital Set Top Box, yang memungkinkan untuk
mengubah sinyal digital menjadi suara dan gambar untuk kita saksikan di layar
TV. Kelebihan TV digital dibandingkan TV analog adalah lebih hemat dalam
penggunaan energi dan pengurangan noise serta saluran yang disediakan lebih
banyak.
Kalau kamu anak 90-an pasti pernah merasakan
menggunakan TV CRT atau TV tabung. TV Jenis ini memang populer sekitar tahun
1970-an hingga akhir 1990-an, karena hanya jenis ini yang tersedia saat itu.
Memasuki tahun 2000-an, penggunaan TV LCD mulai marak. Bahkan, kini TV LCD
sudah mulai jarang digunakan karena sudah banyak yang beralih ke TV LED.
Prinsip kerja TV LCD menggunakan kristal air untuk membuat gambar, yang
kemudian diubah atau konversi menjadi tampilan. Supaya dapat tampil, diperlukan
cahaya dari belakang layar yang bernama fluorescent backlight atau Backlight
lampu neon, yang serangkaiannya dinamakan teknologi CCFLs (Cold Cathode
Flurescent Lamps). Sementara itu, TV LED (Light Emitting Diode) mempunyai
prinsip kerja yang sama dengan TV LCD, bedanya hanya pada TV LED menggunakan
lampu LED untuk menggantikan neon. Sedangkan pada TV OLED (Organic Light Emitting
Diode) berbasis pada semikonduktor yang digunakan sebagai pemancar cahaya yang
terbuat dari lapisan-lapisan organik.
B. Produksi
dan Distribusi
Kotak televisi elektronik komersial pertama dengan
tabung sinar katode diproduksi oleh Telefunken di Jerman pada 1934, diikuti
oleh produsen elektronik yang lain di Perancis (1936), Britania Raya (1936),
dan Amerika Serikat (1938).
Pada tahun 1936, Kálmán Tihanyi menerangkan prinsip
televisi plasma, yaitu sistem panel datar yang pertama.
Pada tahun 1938 di Amerika, televisi berukuran 3 inci
(7,6 cm) dijual seharga 125 USD (setara dengan 1.863 USD pada tahun 2007.)
Model termurah televisi berukuran 12 inci (30 cm) adalah seharga $445 (setara
dengan $6.633 per 2007).
Kira-kira sebanyak 19.000 unit televisi elektronik
telah diproduksi di Britania, 1.600 unit di Jerman, dan 8.000 unit di Amerika,
sebelum akhirnya War Production Board terpaksa menghentikan produksi TV pada
April 1942 karena pecahnya Perang Dunia II.
Penggunaan TV di Amerika Serikat meningkat kembali
pasca Perang Dunia II setelah produksi TV diizinkan kembali pada Agustus 1945.
Pasca perang, jumlah pemilik TV di Amerika meningkat sekitar 0,5% pada tahun
1946, lalu naik 55,7% pada tahun 1954, dan naik sampai 90% pada tahun 1962.[29]
Di Britania, jumlah pemilik TV meningkat dari 15.000 pada tahun 1947, lalu 1,4
juta pada tahun 1952, hingga 15,1 juta pada tahun 1968. Hingga saat ini, hampir
seluruh penduduk bumi memiliki TV.
C. Penerimaan Siaran
jika TV analog signalnya lemah (semisal problem pada
antena) maka gambar yang diterima akan banyak ‘semut’ tetapi jika TV Digital
yang terjadi adalah bukan ‘semut’ melainkan gambar yang lengket seperti kalau
kita menonton VCD yang rusak. Kualitas Digital jadi lebih bagus, karena dengan
Format digital banyak hal dipermudah.
Siaran TV Satelit Dulu memakai Analog. Sekarang sudah
banyak yang digital. Tidak semua TV satelit memakai sistim Digital. Di beberapa
satelit Arab banyak yang memakai mode analog. Sebenarnya untuk menerima siaran
digital untuk TV yang analog tidaklah terlalu mahal. Receiver ini hanya tinggal
pasang antena dan kemudian AV nya colokkan ke TV. Untuk siaran TV satelit
namanya DVB-S (Digital Video Broadcasting – Satelite). Sedangkan untuk di
daratan namanya DVB-T(Digital Video Broadcasting – Terresterial)
Jika anda melihat Indosiar atau Metro TV atau RCTI
melalui satelit anda bisa melihat siaran TV Digital. Tidak Harus plasma, Tidak
harus HD, karena stasiun TV Nasional masih memakai SDTV meskipun mereka
memancarkan secara digital lewat satelit Dengan memakai TV 14 inchi yang paling
murahpun anda bisa menonton TV digital. Sedangkan jika anda membeli TV LCD,
hampir semua bisa menerima signal Digital tanpa alat tambahan karena sudah
dilengkapi dengan receiver digital.
D. Nilai
Estetika Film
Persoalan Estetika dalam film adalah sebuah studi yang
melihat film sebagai sebuah seni dan pesan artistik. Oleh karenanya
konsep-konsep tentang keindahan, rasa dan kenikmatan menjadi pertimbangan saat
melihat film dari perspektif tersebut. Di sini estetika film menjadi masuk
dalam perdebatan umum tentang estetika, sebagai sebuah disiplin fisafat yang
menaruh perhatian pada semua bentuk-bentuk seni.
Secara khusus
estetika film memiliki dua tampilan sekaligus, yaitu membahas persoalan film
secara umum yang terkait dengan masalah estetika dan aspek-aspek khusus yang
membahas karya-karya film tertentu. Hal ini disebut dengan analisa film atau
kritik film. Tapi bagaimana film bisa menjadi sebuah seni seperti halnya seni
lukis, musik, dan patung, bukankah unsur terpenting dari seni adalah sifatnya yang
tidak pernah bisa sepenuhnya menjadi realita objektif.
Persoalan inilah yang menjadi trending topik pada saat
fotografi kemudian film muncul Sebab produk-produk yang dihasilkan keduanya
bukanlah sebuah representasi melainkan sebuah reproduksi dari realita. Terlebih
film yang mampu menyamai realita yang diacunya menjadi sarna persis dalam
anggapan masyarakat pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, melalui imaji
fotografi dan gerak yang dihasilkannya dari rekaman atas sebuah peristiwa yang
ada di kenyataan sehari-hari.
Andre Bazin memberi jawaban atas persoalan tersebut,
Berangkat dari tradisi realisme bagi Bazin tujuan dari film, karena kekhasan
dari imaji yang dihasilkan mediumnya adalah keharusan kamera film untuk
mengabadikan realita itu sendiri, Sedangkan bagi para teoritikus formalis, film
adalah sebuah medium seni dan ekspresi artistik tapi diperlukan syarat untuk
itu yakni melalui eksplorasi atas elemen-elemen yang membentuk medium tersebut.
Bagi Se rge i Eisenstein dan kaum montage-Soviet jawabannya ada pada editing,
Bagi Bela Balasz ada pada close-up, sedangkan Arnheim melihat variasi posisi
dari sudut-sudut kamera dalam pengambilan gambar. Baik Formalis ataupun Realis
seperti Bazin, film adalah seni dan sebuah medium ekspresi artistik.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa banyak faktor untuk
kita bisa melihat estetika dari sebuah film, bisa dari variasi posisi dari
sudut-sudut kamera, pada close-up, pada editing, dan sebagainya
Komentar
Posting Komentar