Rasisme dan Toleransi
Sebelum kita membahas soal rasisme mari kita gali makna dari rasis.
Rasis adalah sebutan orang yang menganut paham rasisme. Rasis berasal dari kata
rasial yang berarti berdasarkan ciri-ciri fisik ras, bangsa seperti warna
kulit, rambut, dll.
Apa itu Rasisme?
Rasisme adalah suatu paham pembedaan sikap maupun perlakuan terhadap
suatu kelompok masyarakat tertentu karena perbedaan rasial. Kalau rasis itu
menyangkut orangnya sedangkan rasisme menyangkut pahamnya.
Rasisme adalah juga gagasan yang relatif baru: kelahirannya dapat
dirunut dari kolonisasi bangsa Eropa di berbagai kawasan dunia, kebangkitan dan
perkembangan kapitalisme Eropa, serta perkembangan perdagangan budak di Eropa
dan Amerika. Kejadian-kejadian ini me-mungkinkan warna kulit dan ras menjadi
pengikat penting dalam hubungan antara bangsa-bangsa
Eropa, Amerika dan Australia.
Meskipun keyakinan tentang mata rantai
antara ras dan perilaku belum pernah dibuktikan, namun gagasan-gagasan yang
mendukung hubungan ini sudah dianggap sebagai kebenaran dalam banyak masyarakat
di dunia (Williams 1990). Memang, andaikata penegasan tentang hubungan seperti itu
merupakan satu-satunya aspek yang mendefinisikan rasisme, maka dampaknya boleh
jadi tidak begitu merusak, meskipun tetap kurang bisa diterima. Sebaliknya,
ciri rasisme yang lebih negatif menimbulkan keyakinan bahwa sejumlah kelompok,
yakni kelompok-kelompok dengan ciri tertentu, dengan sedikit kekuasaan dan
status yang rendah, adalah inferior sedangkan kelompok-kelompok lainnya, dengan
ciri yang lain, yang memiliki kekuasaan lebih besar dan status yang tinggi,
dianggap superior.
Rasisme sudah menjadi faktor pendorong
utama diskriminasi sosial, segregasi ( pemisahan kelompok ras/etnis secara
paksa ) dan kekerasan rasial, termasuk juga genosida ( pembantaian
besar-besaran terhadap suatu ras secara sistematis ). Politisi seringkali
menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara.
Rasisme adalah konsep yang sangat rumit
dan memiliki banyak dimensi dan dapat dibagi-bagi dalam beberapa bidang, tetapi
barangkali penting untuk dibedakan antara rasisme dan etnosentrisme, suatu
konsep yang sering dikacaukan dan dipergunakan secara terbalik. Sebagai contoh,
Jones (1981) memulai kritiknya tentang rasisme dengan membedakan dua istilah
tersebut. Etnosentrisme berakibat diterimanya keyakinan bahwa individu-individu
dan kelompok-kelompok berusaha menafsirkan berbagai peristiwa dan situasi, dan
menilai berbagai tindakan, perilaku dan nilai individu-individu dan
kelompok-kelompok lain dari perspektif kultural khusus mereka.
Darwinism sosial abad ke-19 (Hofstadter 1955; Ryan 1981) meletakkan landasan bagi apa yang disebut “rasisme ideologis”. Logikanya adalah sebagai berikut: alam memberikan hadiah kepada kelompok-kelompok yang memenangkan perjuangan untuk mempertahankan keberadaannya; kelompok kuat, sebagai pemenang, mendapatkan hak untuk menguasai dan, dengan demikian, menentukan nasib kelompok yang kalah, yaitu kelompok yang lebih lemah. Kelompok yang kalah mengakui kelemahan dan inferioritas mereka. Karena ideologi ini muncul secara bersamaan dengan bangkitnya imperialisme dan kolonialisme Eropa di beberapa benua, dan menegaskan peristiwa-peristiwa ini, dan karena bangsa-bangsa dan ras-ras yang dijajah adalah bangsa-bangsa Afrika, Asia dan penduduk asli Amerika, maka hubungan erat antara ras, warna kulit dan gagasan-gagasan tentang superioritas atau inferioritas dianggap oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika sudah mendapatkan pengakuan.
Pada pertengahan tahun 1990-an,
pengha-pusan [politik] apartheid di Afrika Selatan tentu saja akan mengubah
sejarah rasial di negara itu. Tetapi sekarang kita mengetahui, berdasarkan sejarah
di Amerika Serikat dan Inggris, bahwa pencabutan hukum-hukum yang rasial saja
tidak akan mengakhiri rasisme. Meskipun banyak mitos tentang ras tetap berada
dalam berbagai tatanan institusional, namun sebagian besar lainnya tetap berada
dalam pola-pola pemikiran rasial dan orientasi ideologis dari individu-individu
dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hukum-hukum yang membatasi diskriminasi
sampai tingkat tertentu barangkali efektif, dan berbagai kelompok mungkin
menjadi cukup takut dengan sanksi yang akan mereka terima atas perlakuan
diskrimitif itu, namun rasisme ideologis, yang diabadikan dalam mitos-mitos
rasial yang tertanam dalam masyarakat, hidup terus di kalangan penduduk dalam
banyak bentuk. Maka inilah batu ujian bagi bangsa-bangsa yang memiliki berbagai
kelompok rasial dan yang memiliki sejarah dominasi dan konflik rasial:
bagaimana cara menegakkan keadilan individual dan kelompok bagaimana menanamkan
keyakinan bahwa perbedaan-perbedaan kultural dan rasial kelompok-kelompok
sebagai realitas-realitas sosial dan biologis yang obyektif tanpa dibarengi
dengan perbedaan-perbedaan individu.
TOLERANSI
Setelah itu pikirkan yang dimiliki orang lain. Kemungkinan ada beberapa aspek kehidupan orang lain yang mengganggumu. Banyak orang dikelilingi oleh orang lain yang nampaknya 'menjengkelkan'. Memahami toleransi dapat membantu mengubah sikap kita terhadap orang lain, membawa kita pada kehidupan yang lebih damai. jadi apa itu toleransi?
Toleransi adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi menghindarkan terjadinya diskriminasi sekalipun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai pendapat dan/atau pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita serta saling tolong-menolong untuk kemanusiaan tanpa memandang suku/ras/agama/kepercayaannya.
Toleransi mengajarkan agar kelompok mayoritas dalam suatu masyarakat menghargai kelompok minoritas. Contoh toleransi yang ada di Indonesia sangat banyak sekali dan dapat kita jumpai dimana-mana. Baik toleransi dalam bermasyarakat maupun toleransi dalam beragama. Contohnya seperti di Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Tepat di bagian barat Alun-Alun Kota Malang ada 2 rumah ibadah yang saling berdampingan, yakni Masjid Agung Jami’ Malang dan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Jemaat Immanuel Malang. Keduanya saling bersinergi dalam menciptakan toleransi antara umat Islam sebagai agama mayoritas dan umat Kristen sebagai agama minoritas di Malang.. Dalam masyarakat Indonesia, adanya toleransi sosial menimbulkan hidup yang saling berdampingan dan menghindari permusuhan masng-masing individu.
Kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun telah menambah daftar dan fakta bahwa semakin hari semakin banyak masyarakat kita yang pluralis dan toleransi umat yang luntur akibat masuknya budaya egoistis dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Contoh Konflik Sampit yang melibatkan etnis Dayak sebagai penduduk asli dan etnis Madura sebagai transmigran, Konflik Poso yang melibatkan aparat, teroris dan masyarakat, konflik Ambon yang melibatkan umat beragama (khususnya Islam dan Kristen), serta yang santer diberitakan di media-media Indonesia adalah kasus penistaan agama Islam yang dilakukan Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta saat itu di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Sebenarnya masih banyak lagi kasus dan konflik etnis serta agama di Indonesia yang tidak diketahui oleh publik Indonesia sampai sekarang.
Kita harus saling menghargai agama orang lain dan tidak boleh memaksakan orang lain untuk menganut agama kita. Serta kita tidak diperbolehkan untuk mengejek-ngejek ataupun mencela agama orang lain dengan alasan apapun karena sejatinya kita adalah sama-sama manusia.
Sikap toleransi yang tumbuh dari masing-masing individu memberikan nilai tersendiri apabila dia terjun ke masyarakat. Manfaat toleransi dapat menghindari perpecahan, meningkatkan rasa persaudaraan antar sesama manusia, meningkatkan kekuatan iman dan akhlak sebagai umat beragama, meningkatkan rasa nasionalisme dalam bermasyarakat, pencapaian kata mufakat dalam bermusyawarah, meruntuhkan perasaan egoistis (paling benar sendiri) dalam berargumen, dapat mempersatukan perbedaan kultur dan agama, mempermudah pembangunan negara di Indonesia menjadi lebih maju, serta menyejahterakan masyarakat Indonesia dengan berpikir dan berperilaku yang intelektual alias terdidik dan beragama.
Toleransi memberikan perlindungan pada kelompok minoritas dari kelompok-kelompok mayoritas. Dan lingkup toleransi bukan hanya pada satu bidang saja namun ada cukup banyak bidang atau lingkup yang membutuhkan sikap toleransi.
Apalagi kita selaku masyarakat Indonesia yang bermartabat, maka kita harus menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara bangsa Indonesia yang dimana sila-silanya menghargai dan menghendaki toleransi antar sesama umat beragama dan bermasyarakat. Dengan menghayati setiap sila dalam Pancasila, maka pasti tidak akan ada yang namanya egoisme antar suku, ras dan agama serta tidak akan terjadi konflik antar etnis dan agama yang dapat membahayakan kehidupan bernegara dan keamanan nasional baik internal maupun eksternal.
Komentar
Posting Komentar